Monday, April 23, 2007

Mitos vs Fakta seputar Tembakau

Mitos 1.
Riset tentang dampak rokok terhadap kesehatan belum tuntas


FAKTA: Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya bagi kesehatan

Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik. Di dunia, Ada sejumlah 4,9 juta kematian setiap tahunnya dimana 70%nya terjadi di negara berkembang.

Separuh dari perokok jangka panjang mati karena kebiasaan tersebut yang mengurangi kira-kira 20-25 tahun produktifnya.

Lebih dari 70,000 artikel ilmiah membuktikan bahwa konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau berdampak serius pada kesehatan antara lain mengakibatkan penyakit kanker paru, kanker mulut dan organ lain, penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronik dan kelainan kehamilan. Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulainya merokok dan timbulnya penyakit, menyebabkan dampak tersebut tidak disadari.

Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70%, sehingga memiliki resiko kesehatan yang sama dengan produk tembakau Lainnya.


Mitos 2.
Larangan merokok di tempat umum melanggar hak asasi seorang


FAKTA: Merokok di tempat umum melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih
dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok.

Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, dan 43 di antaranya menyebabkan kanker. Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok memiliki resiko 20-30 % lebih tinggi untuk terkena kanker paru.

Asap rokok meningkatkan resiko wanita hamil melahirkan bayi berat badan lahir rendah, kematian bayi dalam kandungan dan adanya komplikasi pada saat melahirkan.

Pada anak-anak,paparan asap rokok meningkatkan kecenderungan terjadinya gangguan saluran napas dan menurunkan kapasitas Paru-paru.


Mitos 3.
Mayoritas penduduk dewasa di Indonesia merokok


FAKTA: Mayoritas penduduk dewasa Indonesia tidak merokok.

Tahun 2001, penduduk dewasa di Indonesia yang merokok berjumlah sekitar 31,5%. Industri tembakau berusaha meningkatkan jumlah konsumennya dengan menciptakan lingkungan dan norma sosial yang menerima kebiasaan merokok sebagai hal biasa.


Mitos 4.
Orang memutuskan membeli produk tembakau berdasarkan pengetahuan yang memadai


FAKTA: Sebagian besar perokok memulai kebiasaannya saat masih remaja, di tengah
keluarganya.

Sekitar 70% dari perokok di Indonesia memulai kebiasaannya sebelum berumur 19 tahun, karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok. Anak-anak dan remaja tidak memiliki kemampuan untuk memahami secara penuh dampak kesehatan produk tembakau dan sifat nikotin yang adiktif.


Mitos 5.
Kebijakan pengendalian tembakau secara komprehensif akan melemahkan ekonomi Indonesia


FAKTA: Uang yang tidak digunakan untuk membeli produk tembakau bisa digunakan membeli barang dan jasa lainnya.

Di Indonesia, diperkirakan seorang perokok yang berpendapatan rendah mengeluarkan uang sekitar Rp 1.440.000 tiap tahunnya untuk rokok yang dibeli batangan @ Rp 400. Jumlah ini dapat digunakan membeli produk lain yang tidak merusak kesehatan dan lebih menguntungkan bagi keluarga. Dengan demikian, dalam jangka panjang,penurunan jumlah perokok akan memberikan keuntungan ekonomi.


Mitos 6.
Pengendalian tembakau akan menyebabkan pengangguran massal


FAKTA: Tenaga kerja formal yang nafkahnya bergantung pada penanaman tembakau dan
industri tembakau hanya berkisar kurang dari 3%

Data Departemen Pertanian 2002 menunjukkan jumlah petani tembakau sekitar 900.000 orang yang merupakan 2,3% dari pekerja sektor pertanian atau 1% dari pekerja sektor formal. Penanaman tembakau bersifat musiman.

Jumlah pekerjanya adalah setara dengan 0,5 juta pekerja purna waktu. Selain itu, luas lahan untuk menanam tembakau kurang dari 1% lahan pertanian musiman yang 96%nya terletak di propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTB.

Ketergantungan tenaga kerja pada industri tembakau adalah 1,2 % pekerja sector industri atau 0,3% dari seluruh pekerja sektor formal. Hampir seluruhnya adalah perempuan yang pendapatannya hanya 2/3 dari rata-rata upah kerja industri pengolahan lain.

Secara global, teknologi baru telah meningkatkan efisiensi kerja hingga jumlah pekerja di industri tembakau bisa ditekan.

Mekanisasi produksi rokok di Indonesia pada tahun 1970an telah menurunkan penyerapan tenaga industri tembakau dari 38% tahun 1970 menjadi 5,6% tahun 2000. Teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi akan menurunkan jumlah pekerja. Proporsi biaya pekerja pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah 12% dibandingkan 0.4% pada Sigaret Kretek Mesin.


Mitos 7.
Pajak tembakau yang lebih tinggi akan mengurangi pendapatan pemerintah


FAKTA: Secara historis, menaikkan harga tembakau tidak pernah menyebabkan penurunan
pendapatan pemerintah manapun di dunia.

Pajak yang tinggi memang menyebabkan penurunan jumlah rokok terjual. Namun pajak per bungkus yang tinggi menghasilkan pendapatan negara yang lebih besar. Peningkatan pajak tembakau yang tinggi akan mengurangi konsumsi sekaligus meningkatkan pemasukan pemerintah.


Mitos 8.
Pajak tembakau yang tinggi akan meningkatkan penyelundupan (dan mengurangi pendapatan dari pajak)


FAKTA: Penyelundupan terjadi karena lemahnya penegakan hukum, lemahnya sanksi
terhadap pelanggaran dan distribusi tanpa lisensi.

Pajak hanyalah bagian kecil dari penyebab penyelundupan. Faktor-faktor lain yang lebih dominan adalah peran industri tembakau dalam memfasilitasi penyelundupan ke pasar yang baru, adanya kelompok kriminal,distribusi tanpa lisensi dan lemahnya penegakan UU anti penyelundupan. Kenyataannya, Singapura yang memberlakukan pajak
rokok tertinggi memiliki tingkat penyelundupan yang paling rendah.

Sekitar 88% perokok Indonesia mengisap kretek produksi dalam negeri sehingga tidak berkaitan dengan penyelundupan.


Rujukan Online

- WHO 2002. The Tobacco Atlas. http://www5.who.int/tobacco/page.cfm?sid=84
- World Bank 2002. Indonesia country briefing http://www1.worldbank.org/tobacco/pdf/country%20briefs/Indonesia%20.pdf
- World Bank 1999. Curbing the Epidemic: Government and the Economics of Tobacco Control http://www1.worldbank.org/tobacco/reports.htm
- Prabhat Jha, Joy de Beyer dan Peter Heller, ”Death & Taxes: Economics of Tobacco Control,’ Finance & Development, December 1999: 36 (4)
http://www.imf.org/external/pubs/ft/fdand/1999/12/jha.htm
- Warner 1998. The economics of tobacco: mythsand realities. Www.health.usyd.edu.au/tob21c/resources/M12-1.doc


Versi Cetak
Untuk mendownload, klik kanan mouse anda dan klik Save Target As...
1. full color
2. black & white