Pemerintah didesak menaikkan cukai rokok hingga 70 persen dari harga jual, bahkan di masa mendatang bisa ditingkatkan lagi. Langkah itu ditempuh untuk mengendalikan peredaran rokok dan melindungi rakyat dari bahaya tembakau.
Desakan tersebut dilontarkan Koordinator Indonesian Tobacco Control Network (ITCN) Tubagus Haryo Karbyanto, Jumat (4/1). "Dengan menetapkan pajak yang tinggi, harga jual rokok pun semakin mahal, sehingga hanya kalangan tertentu saja yang bisa membeli rokok. Kebijakan itu harus diterapkan untuk mengendalikan tembakau guna melindungi kesehatan masyarakat," ujarnya.
Dikatakan, Pemerintah Thailand saat ini mengupayakan kenaikan pajak rokok hingga 80 persen. Pemerintah Indonesia seharusnya mengikuti jejak Pemerintah Thailand untuk melindungi warganya dari bahaya merokok.
Cukai rokok yang diterapkan Indonesia sampai 2007, tercatat terendah di ASEAN, setelah Kamboja. Indonesia menerapkan cukai rokok berjenjang dengan kisaran 4 sampai 40 persen berdasarkan volume produksi dan jenis rokok atau rata-rata 31 persen dari harga jual. Sejak tahun 2006, Indonesia juga menerapkan cukai spesifik, yakni Rp 3, Rp 5, Rp 7 per batang, masing-masing skala industri kecil, sedang, dan besar.
Sedangkan menurut Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) M Mufti, cukai rokok tahun 2008 mencapai 36 persen, ditambah cukai spesifik Rp 35 per batang, serta PPN rokok 8,4 persen.
Tubagus Haryo Karbyanto menyayangkan sikap pemerintah yang ambigu soal FCTC. Indonesia satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi FCTC. Padahal, selama 2000-2003 Indonesia menjadi kontributor aktif bagi lahirnya kesepakatan tersebut.
"Dalam enam kali pertemuan Intergovernmental Negotiating Body (INB), delegasi Indonesia selalu hadir dengan tim yang kuat. Namun pada detik-detik terakhir, delegasi Indonesia tidak jadi diberangkatkan untuk menandatangani dokumen tersebut," ujarnya.
Senada dengan itu, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mudrajat Kuncoro juga mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok guna mengurangi konsumsi rokok, sehingga dapat menyelamatkan masyarakat dari bahaya tembakau.
Sejalan dengan itu, dia menyerukan pemerintah segera mengadopsi aturan internasional mengenai pengendalian tembakau, dengan menandatangani perjanjian dalam Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang sudah diluncurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2003.
"Penandatanganan FCTC tidak akan berdampak negatif pada perekonomian, apabila pemerintah mengambil langkah tepat, baik dari sisi kesehatan masyarakat dan kondisi perekonomian, antara lain menaikkan cukai rokok," ujarnya.
Data dari Departemen Kesehatan menyebutkan, studi yang dilakukan di beberapa negara, seperti Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina, menunjukkan kondisi ekonominya tetap stabil pascaratifikasi FCTC. Hal itu membuktikan pengendalian tembakau, terkait dengan kesehatan masyarakat, justru berdampak positif bagi perekonomian negara.
Hasil studi yang pernah dilakukan WHO Indonesia menyebutkan kenaikan harga rokok melalui pajak yang tinggi akan meningkatkan pendapatan negara. Bahkan, WHO menyarankan komponen cukai rokok sebaiknya di atas 50 persen dari harga jual rokok. [EAS/E-5]
sumber: Suara Pembaruan Daily