”Lambatnya deteksi dini kanker paru pada perokok adalah karena gejalanya tidak spesifik dan perokok tidak percaya bahwa merokok dapat mengakibatkan kanker paru,” kata ahli paru, Dr A Hudoyo, saat dialog interaktif ”Asap yang Mematikan dan Pendidikan Kesehatan” di Jakarta, Sabtu (6/6).
Pada dialog yang diselenggarakan oleh Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) ini, Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Pusat Prof Dr Faisal Yunus PhD, SpP(K) mengatakan, sembilan dari 10 penderita kanker paru adalah perokok. Belum lagi penyakit paru obstruktif kronik yang tidak bisa disembuhkan, hanya bisa diperlambat laju penyakitnya dengan berhenti merokok.
Dialog yang digelar untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia memandang perlu bahwa pemerintah harus segera melindungi warga masyarakat melalui pemahaman bahaya merokok.
”Salah satu sarana informasi yang efektif adalah peringatan kesehatan di bungkus rokok berbentuk gambar yang jelas, cukup besar dengan pesan tunggal dan diganti secara periodik,” kata Ketua TCSC-IAKMI Dr Widyastuti Soerojo MSc.
Sekjen PDPI Pusat dr Prasenohadi PhD, SpP mengatakan, kecenderungan umur memulai merokok saat ini menjadi semakin muda. Jika tahun 1995 rata-rata umur memulai merokok pada usia 19 tahun, berdasarkan survei tahun 2004 rata-rata usia memulai merokok 17 tahun. ”Kondisi ini juga menyebabkan umur penderita kanker paru cenderung semakin muda,” kata Prasenohadi.
Selain usia penderita kanker paru semakin muda, jumlah penderita juga semakin meningkat. Mengambil contoh di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta Timur, jumlah penderita kanker paru yang dirawat tahun 2004 tercatat 408 orang dan 2008 meningkat menjadi 709 orang atau meningkat 74 persen selama empat tahun terakhir.
Mantan Menteri Kesehatan Prof Dr dr Farid Anfasa Moeloek SpOG yang kini menjadi Ketua Komnas Pengendalian Tembakau mengatakan, paparan asap rokok pada ibu hamil berbahaya bagi janin dan mengakibatkan kelahiran prematur. Selain itu juga menyebabkan gangguan pertumbuhan, termasuk perkembangan otaknya, IQ rendah dan tidak mungkin menghasilkan generasi yang prima.
Selain itu, asap rokok pun bisa menjadi penyebab penyakit jantung. Sayangnya, peringatan kesehatan berbentuk teks yang ada sekarang ini tak memotivasi warga masyarakat untuk menghindari rokok.
”Produsen rokok domestik memproduksi dua versi bungkus rokok, yaitu versi bergambar untuk rokok yang diekspor ke Singapura, Brunei, dan Malaysia, sedangkan untuk memenuhi hak masyarakat Indonesia cukup dengan peringatan versi tulisan. Alasannya, karena Indonesia belum memiliki kebijakan mengenai pelabelan dalam bentuk gambar,” kata Widyastuti.
Berkaitan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2009, Komunitas Pengendalian Tembakau yang tergabung dalam Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia mendesak pemerintah segera mengeluarkan kebijakan peringatan kesehatan berbentuk gambar di semua kemasan rokok yang luasnya 50 persen dari permukaan lebar depan dan belakang bungkus rokok, letaknya di bagian atas, diikuti tulisan yang menjelaskan gambar dan diganti secara periodik.
Di samping untuk memenuhi hak konsumen terhadap informasi yang jelas dan benar tentang bahaya merokok, kebijakan ini sekaligus mendukung tercapainya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
sumber: harian kompas edisi Senin, 8 Juni 2009