Thursday, October 25, 2007

MUI Butuh Data Konkret untuk Keluarkan Fatwa Rokok Haram

Meski lembaga fatwa sejumlah negara telah menetapkan rokok sebagai barang haram, tidak demikian dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI masih mempertimbangkan mudarat lain yang ditimbulkan jika ada fatwa itu.

"Kita belum bisa mengeluarkan fatwa itu (haram). Kita masih mempelajari mudarat lain jika ada fatwa rokok haram," kata Ketua MUI Ma'ruf Amin kepada detikcom, Kamis (25/10/2007).

Salah satu yang menjadi pertimbangan berat adalah nasib petani tembakau di desa-desa dan ratusan karyawan yang menggantungkan hidupnya dari pabrik rokok.

"Jadi jika rokok banyak mudaratnya dan dilarang, akan terjadi juga sesuatu yang menimbulkan mudarat lain menyangkut nasib petani dan karyawan pabrik rokok," tutur Ma'ruf.

Sampai saat ini, imbuh Ma'ruf, mudarat perseorangan maupun sosial yang ditimbulkan rokok masih belum bisa diselesaikan MUI. Sebab prosesnya tidak segampang yang terjadi di sejumlah negara, seperti Arab Saudi atau Malaysia yang lembaga fatwanya sudah lebih dulu menetapkan rokok sebagai barang haram.

Di negara-negara tersebut, terutama Arab Saudi, tidak terdapat pertanian tembakau atau pabrik rokok, sehingga ketika lembaga fatwanya mengeluarkan larangan, tidak ada dampak lanjutan yang terjadi.

"Jadi di sana lebih mudah mengeluarkan fatwa haram. Di Indonesia kalau kondisinya begitu juga gampang, tapi kan tidak. Jadi kita belum bisa memutuskan tingkat keharamannya," ujar Ma'ruf.

Kajian MUI, imbuh dia, masih terus berkutat pada mudarat dua hal ini -- dampak rokok bagi tubuh dan dampak fatwa rokok haram -- yang posisinya masih berimbang. Dan, perdebatan soal haram atau tidaknya rokok ini sudah cukup lama berlangsung di MUI.

Karena itu, MUI masih terus mengumpulkan data-data konkret untuk melihat mana mudarat yang paling besar. "Kita akan cari solusi secara seimbang. Kalau rokok mudaratnya lebih besar, ya kita pilih rokok (haram)," kata dia.

Namun organisasi massa, seperti Dewan Dakwah, kata dia, sudah mengharamkan rokok bagi anggotanya.

"Kita (MUI) harus yakin dulu untuk mengatakan haram, supaya tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi. Sebab rokok itu yang haram kan bukan zatnya, tapi dampaknya," kata dia.

Karenanya, MUI juga meminta komitmen pemerintah untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan jika ada fatwa rokok haram. Antara lain membuka lapangan kerja baru bagi petani tembakau dan karyawan pabrik rokok.

sumber: http://www.detiknews.com/