November 15, 2007 by ajibandung
Mengapa dukungan penyelenggaraan Global Warming, Desember 2007 di Bali nanti datang dari industri rokok dan mengapa Indonesia menjadi surga industri rokok dunia?
Oleh Ahmad Yunus*
SENIN, 6 November, 2007. Dari sebuah ruang hotel di Jakarta Pusat, kantor berita Pena Indonesia memaparkan perkembangan laporan terakhir mengenai industri rokok saat ini. Laporan ini dalam bentuk majalah setebal 65 halaman dengan judul utama pada halaman muka “Kemunafikan & Mitos Di Balik Kedigdayaan Industri Rokok”.
Pena Indonesia mengklaim laporan ini adalah laporan investigatif yang berdasarkan penelusuran atas berbagai dokumen industri rokok. Juga menyertakan dua buah cd atau compact disk yang berisi ribuan dokumen industri multinasional di Indonesia. Seperti dokumen-dokumen dari British American Tobacco atau BAT, Philips Morris dan lain-lain.
Workshop ini diikuti kalangan wartawan dan aktifis kesehatan. Tujuannya hendak memberikan pemahaman terkait adanya dokumen rahasia yang datang dari raksasa industri rokok dunia dan kaitannya dengan Indonesia.
Workshop ini juga mendapatkan dukungan dari badan kesehatan dunia perwakilan Indonesia WHO, IAKMI—Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan SEATCA—The Southeast Asia Tobacco Control Alliance.
Pena Indonesia bekerja selama tiga bulan menelusuri dan memelototi komputer. Menggali ribuan dokumen secara online dari tujuh raksasa rokok yang tercatat dalam kurun waktu 1960 hingga awal tahun 2000-an. Sedikitnya ada sekitar 28.000 ribu lebih dokumen dari British American Tobacco atau BAT Indonesia yang tersimpan dalam perpustakaan digital milik Universitas of California, San Francisco, Amerika Serikat.
Penyusuran juga berlangsung dalam situs milik Legacy Tobacco Documents Library yang memuat dokumen internal milik Philips Morris, RJ Reynolds, Lorillard dan Brown and Williamson. Hasilnya adalah laporan dan ditulis oleh Farid Gaban dan Alfian Hamzah dari Kantor berita Pena Indonesia dan Mardiyah Chamim dari Majalah Tempo. Dan mendapatkan dukungan liputan berupa dana grant dari Essential Action Global Partership for Tobacco Control yang bermarkas di Washington.
Kisah ini berawal pada tahun 1998. Tahun ini mungkin terbilang tahun paling sial bagi kalangan industri rokok di Amerika. Jaksa Agung Negara bagian Minnesota, Amerika Serikat, Hubert Humphrey III meniup peluit peringatan keras untuk kalangan industri rokok. Jaksa Agung meminta kepada tujuh raksasa rokok untuk membuka seluruh dokumen rahasia mereka kepada publik. Tujuannya hendak mencari kebenaran.
Dokumen tersebut adalah dokumen internal mereka yang berisi berbagai surat untuk penguasa, ilmuwan, media hingga trik-trik mendongkrak bisnis rokok. Tujuh raksasa rokok ini antara lain dari Philip Morris Incorporated, RJ Reynold Tobacco Company, British American Tobacco (BAT), Brown Williamson, The Ligget Group dan The Tobacco Institute and The Council for Tobacco Research serta dari Lorillard Tobacco Company.
Pengadilan Amerika mendapatkan enam juta dokumen dengan 35 juta halaman. Tiap halaman terdapat stempel dan nomor kode dari pengacara pihak industri untuk memastikan keasliannya. Pengadilan juga mewajibkan kepada pihak industri rokok agar menyetor dokumennya hingga tahun 2008.
Sementara di Inggris, gunungan dokumen British American Tobacco secara khusus tersimpan di gudang Guilford, Surrey, Inggris. Pengarsipan dokumen BAT secara online dikerjakan oleh Universitas California, San Francisco, Amerika Serikat. Dengan nama proyek Arsip Guilford dan termuat dalam situs http://www.library.ucsf.edu/tobacco.
Situs ini memuat tujuh juta dokumen dalam bentuk scanning. Dan menghabiskan waktu sekitar empat tahun untuk melakukan upaya kerja keras mereka. Sayang, menurut Duncan Cambell, seorang jurnalis investigasi Amerika yang turut membantu penelusuran dokumen industri rokok ini, menyatakan bahwa ada sekitar 181 berkas yang memuat ribuan lembar dokumen telah hilang. Dokumen yang hilang ini tidak jelas rimbanya dan sangat memungkinkan terkait dengan kawasan negara lain, seperti Indonesia.
Salah satu kasus penyelidikan rokok Amerika ini sempat dibikin film “The Insider” yang menceritakan soal penelusuran seorang wartawan televisi Amerika dalam membongkar penipuan kadar dalam sebuah rokok. Media di Amerika mendorong dan mempengaruhi warga bahwa rokok adalah ancaman. Rokok menjadi isu warga dan kemudian mendorong lahirnya regulasi rokok secara ketat dan mendasar.
Industri rokok harus dikendalikan dan dikontrol dengan ketat. Bagi juragan industri rokok di Amerika kondisi ini bukan satu iklim yang baik. Juragan rokok Amerika memilih untuk keluar dari Amerika. Dan meminta kepada pemerintahan Amerika agar aturan main yang ketat itu hanya berlaku di Amerika saja. Dan tidak diberlakukan bagi jaringan bisnisnya secara internasional di berbagai belahan negara lain. Invasi paska tahun 1998 pun berlangsung. Dan tujuan juragan rokok itu adalah negara-negara yang masuk dalam golongan negara ketiga.
BAGAIMANA dengan negara di kawasan Asia, khususnya Indonesia dalam keterkaitannya dengan dokumen itu? Indonesia termasuk golongan negara ketiga bukan? Indonesia menjadi lahan empuk dan surga bagi industri global rokok dunia. Industri rokok di Indonesia menjelma dan tak ubahnya seperti sebuah “kerajaan” tersendiri. Ia memainkan banyak peran dan gerakannya otomatis tidak mendapatkan banyak halangan dan rintangan.
Baik secara perundang-undangan , ekonomi, sosial hingga jalur politik. Industri rokok di Indonesia berkembang pesat dan licin. Meminjam istilah koran harian terbesar Jawa Barat, Pikiran Rakyat, industri rokok seperti “Menyebar dan Mengakar”. Tak banyak media di Indonesia melakukan kritik, pemberitaan apalagi membuat laporan yang mendalam terkait industri rokok ini. Indonesia menerima dengan lapang terbuka setiap gerakan, ide, dan pengaruh dari industri rokok dalam mengembangkan bisnisnya secara meluas.
Kita dapat mempelajari banyak hal dari dokumen industri rokok itu. Mempelajari bagaimana mereka bekerja, menentukan posisi dan mempengaruhi para pengambil kebijakan politik, ekonomi, media hingga “jual-beli” penelitian. Dokumen itu memberikan gambaran yang jelas dan terperinci. Kita hanya perlu bekerja keras, merinci dengan teliti, dan membangun dari lembaran-lembaran dokumen itu untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai bangunan industri rokok dunia secara utuh.
Menurut laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA)—Lembaga bermarkas di Thailand— dalam laporannya Profiting from Death: Exposing Tobacco Industry Tactics in ASEAN Countries, Oktober 2007, menjelaskan bahwa hingga saat ini konsumsi rokok wilayah Asia sekitar 50 persen dari konsumsi rokok dunia. Dan Asia dinilai sebagai pasar penting masa depan industri rokok dunia.
Sementara 10 negara yang tergabung ke dalam ASEAN sekitar 31 persen atau 125.8 juta populasi pemuda ASEAN adalah perokok. Atau sekitar 10 persen—1,25 milyar— dari perokok muda dunia Angka perokok dunia terus meningkat dan negara yang tergabung ke dalam ASEAN menyumbang angka kematian dari rokok sebanyak 20 persen!
SEATCA adalah lembaga jaringan kemitraan negara yang tergabung ke dalam ASEAN yang melakukan berbagai penelitian, advokasi dan pembangunan kapasitas di tiap anggotanya. SEATCA bekerja dan membangun misi advokasi kepada anggotanya yang telah melakukan ratifikasi terhadap konvensi WHO soal pengendalian tembakau—WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)— diantaranya Thailand, Malaysia, Cambodia dan Vietnam. Sementara Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia yang hingga detik ini belum meratifikasi konvensi tersebut.
Konvensi WHO mengenai pengendalian tembakau ini penting untuk diterapkan dalam industri rokok di Indonesia. Konvensi ini akan mengatur dan mengendalikan industri rokok. Ada sekitar 38 pasal dalam konvensi tersebut dan bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan dunia.
Pengembangan bisnis industri rokok bergerak tidak dalam bentuk satu strategis yang tunggal. Strategi bisnisnya akan mengikuti situasi di tiap wilayah pengembangannya. Ia bekerja menyusun dan menentukan kelompok targetnya, mempermudah kebijakan politik yang mendukung bisnisnya baik yang datang dari pemerintah ataupun anggota perwakilan rakyat, bekerja sama dengan siapapun untuk melakukan upaya promosi dan membentuk pasar secara maksimal.
Industri rokok membangun citranya melalui berbagai cara. Dari iklan yang menciptakan komunikasi langsung dengan konsumen dengan memasang produk rokoknya melalui papan iklan, iklan media cetak dan eletronik, poster, aksesoris, gerai warna dan logo yang menimbulkan citra produk rokok tersebut.
Melakukan aktivitas promosi dengan membagikan sample rokok secara gratis, menawarkan kupon, kontes, lotere, tiket menonton pertandingan olah raga dan balapan, konser musik, mendanai pembuatan film, talkshow, pesta jalanan hingga aktifitasnya dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang mendukung pemberian beasiswa, proyek bantuan lingkungan dan kegiatan lainnya di bawah nama perusahaan atau nama produk industri rokok tersebut. Termasuk memberikan beasiswa kepada wartawan dan anak-anak sekolah yang berprestasi.
SEATCA melakukan survey penelitian tentang aturan status kontrol soal promosi, iklan, CSR dan sponsorsip di tujuh negara ASEAN pada tahun 2007. Diantaranya di Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Philippines, Thailand dan Vietnam. Lima negara memiliki aturan yang cukup ketat dalam mengatur masalah iklan, prmosi, sponsorsip dan CSR.
Kelima negara ini antara lain Laos, Malaysia, Philippines, Vietnam dan Thailand. Dari kelima negara ini, Thailand memiliki aturan yang sangat ketat terhadap industri rokok dan melakukan batasan-batasan ketat. Dua negara paling bebas, tidak ada aturan main, tidak terkendali dan tidak punya batasan adalah Cambodia dan Indonesia!
Cambodia dan Indonesia adalah surga untuk industri rokok. Kedua negara ini tergolong negara miskin bukan? Indonesia diperkirakan memiliki angka kemiskinan sebesar 49 persen dengan biaya hidup rata-rata perhari sebesar dua dollar Amerika. Keduanya tidak memiliki aturan batasan yang mengatur dan mengendalikan persoalan rokok secara ketat.
Bagi industri rokok ini adalah peluang yang paling menguntungkan. Industri rokok memiliki kekuatan dan modal apapun untuk mendongkrak bisnisnya dan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Industri rokok menawarkan ramuan mimpi iklan dan promosinya kepada publik untuk keluar dari jerat kemiskinan.
Dan menawarkan kata-kata iklan yang bernada kesuksesan dan menarik hati. Ini adalah mimpi dan impian bagi semua orang. Industri rokok menawarkan kesuksesan itu melalui rokok. Rokok adalah salahsatu jalan bagi tiap orang untuk keluar dari jerat kemiskinan dan segera meraih kesuksesan hidup.
Kemiskinan menjadi lahan untuk meraup keuntungan. Dan industri rokok sadar betul dengan kondisi ini. Kemiskinan, lemahnya peran perwakilan daerah dan pemerintah, rendahnya kesadaran politik, dan peran media yang tidak berdaya pada iklan rokok.
AC Nielsen menunjukkan angka pada tahun 2006 belanja iklan sector rokok sebesar Rp 1,6 triliun. Media goblok mana yang mau kehilangan dan tawaran uang sebesar itu? Satu media di Indonesia mungkin sadar dan memilih untuk tidak menerima iklan rokok. Namun pertanyaannya sejauh mana kekuatan media ini akan bertahan? Dan menahan diri dari gempuran iklan rokok.
Rokok menjadi konsumsi utama bagi kalangan miskin. Konsumsi rokok sepanjang tahun ini mencapai 225 miliar batang. Rokok memiliki 4000 zat kimia beracun. Dan rokok adalah penyebab utama yang menimbulkan penyakit kanker, jantung dan berbagai penyakit lainnya yang menimbulkan kematian dalam jangka panjang. Tiap tahun orang mati yang diindikasikan penyebabnya oleh rokok sebanyak 400 ribu di Indonesia!
Jumlah perokok Indonesia meningkat tajam. Berdasarkan survey ekonomi nasional Badan Pusat Statitstik pada periode 2001-2004, terjadi lonjakan pada perokok pemula dan usia di bawah 10 tahun dari 0,4 persen naik menjadi 2,8 persen. Komisi Nasional Perlindungan Anak juga mendapatkan angka bahwa 90 persen remaja Indonesia merokok karena iklan. Remaja menjadi sasaran utama bagi kalangan industri rokok.
Angka ini mengkhawatirkan dan kemudian pada Februari 2007 sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat bergerak untuk mengajukan sejumlah aturan untuk membatasi rokok. Aturan ini diharapkan membatasi, mengontrol persoalan rokok dan membatasi kegiatan yang melibatkan anak muda. Aturan ini juga menuntut kenaikan cukai pajak rokok hingga 60 persen untuk memperkecil orang membeli rokok. Dan mendorong untuk memperbanyak penelitian mengenai dampak merokok bagi kesehatan.
Pada tahun 1999, Indonesia sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah 81/ 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, Peraturan Pemerintah 38/1999 tentang Tata Cara Iklan Produk Rokok bagi media dan Peraturan Pemerintah 19/2003 mengenai kewajiban pihak pabrik rokok mencantumkan peringatan pada kemasan produknya.
Indonesia juga mendapatkan keuntungan dari kondisi ini. Dari sector industri rokok memberikan sumbangan pendapatan berupa pajak sebesar Rp 38,5 triliun pada tahun lalu. Dan tahun ini diharapkan meningkat menjadi Rp 42 triliun.
Bisnis rokok di Indonesia sangat manis. Dua keluarga Indonesia yang berbisnis rokok masuk dalam jajaran daftar terkaya dunia versi Majalah Forbes. Diantaranya Keluarga Rachman Halim pemilik Gudang Garam dengan aset US$ 1,9 miliar dan menduduki peringat 538. Dan keluarga Budi Hartono dari Djarum dengan urutan 664 dengan aset US$ 1,5 miliar.
Pajak rokok di Indonesia terbilang paling murah dibandingkan dengan negara lain. Australia, Malaysia, Thailand dan Singapura menetapkan pajak rokok sebesar 70 persen. Sementara di Indonesia hanya menetapkan angka tertinggi pajak rokok sebesar 40 persen. Dengan angka pajak ini harga eceran rokok di Indonesia adalah seperlima harga dibandingkan dengan harga rokok di Malaysia.
Harga rokok yang murah ini mendongkrak konsumen perokok di Indonesia. Akses untuk mendapatkan rokok pun sangat mudah. Berdasarkan hasil survey terakhir WHO dan American Cancer Society, sekitar 70 persen perokok Indonesia adalah laki-laki. Dan 3 persen perokok perempuan Indonesia.
Indonesia memerankan peran ganda menyesatkan. Satu sisi ia meraup pemasukan dari rokok tapi di sisi lain Indonesia akan banyak kehilangan sumber daya manusianya karena kerusakan akibat rokok. Tapi perusahaan asuransi kesehatan mana di Indonesia yang mau bergaransi soal kliennya akibat dari rokok?
Kampanye antirokok dunia terus menguat. Negara-negara kaya dan berpendidikan sadar akibat dari bahaya rokok. Gerakan antirokok semakin kencang dan mencoba mengkampanyekan isu ini pada tingkat gerakan global. Federation of Football Association (FIFA) bahkan menandatangani perjanjian dengan WHO yang mengatur dan melarang sponsor rokok di lapangan sepak bola.
MTV mendukung kampanye antirokok dan menganjurkan agar remaja tak merokok. Negara di kawasan Eropa dan Asia lainnya mengikuti dan meratifikasi konvensi pengendalian tembakau (FCTC).
Namun perlawanan terhadap industri rokok di Indonesia masih sangat lemah. Gerakan antirokok baik dari warga, masyarakat, dokter, termasuk dari kalangan media belum kuat. WHO Indonesia memilih beberapa nama artis dan atlet olahraga nasional untuk kampanye antirokok. Diantaranya juara tenis Angelique Widjaja, binaragawan Ade Rai, dan peragawati Tracy Trinita.
Namun ketiganya belum cukup mewakili dan menggerakan masyarakat Indonesia untuk membentuk gerakan antirokok. Indonesia membutuhkan sosok yang besar dan mantap untuk gerakan antirokok. Bukan sekedar slogan antirokok saja. Namun gerakan antirokok yang luas dan strategis.
Pendek kata, gerakan antirokok di Indonesia tergolong masih impoten. Ia membutuhkan daya dan kekuatan yang kuat sekaligus solid untuk membendung perlawanan agresif dari industri rokok. Dan bagi jurnalis gerakan itu adalah menulis dan terus mengawasi ekspansi liar dari kalangan industri rokok tersebut.
Perang iklan dan propaganda hitam berlangsung dalam pergulatan dunia rokok. Dan Indonesia adalah wilayah tempur yang dahsyat untuk memetakan dunia rokok global saat ini. Hal ini juga terkait dengan industri rokok lokal yang berada di Indonesia. Seperti industri lokal yang berada di Kudus, Malang, Jember dan Kediri. Industri rokok lokal di Indonesia juga memerankan peranan yang penting dalam mempengaruhi masyarakat dalam merokok.
Di Indonesia dikenal dengan nama rokok kretek sementara rokok dari produk luar dikenal dengan istilah rokok putih. Industri rokok lokal adalah raja-raja kecil tembakau dan banyak berada di Jawa. Ekspansi dari juragan industri rokok dunia menggeliat dengan agresif dan kuat dan mencoba menguasai pangsa pasar saat ini. Rokok putih bertempur dengan rokok kretek.
Siapa yang paling kuat? Industri rokok membangun mitos-mitos, fakta dan penelitian menyesatkan mengenai rokok. Dan kita tahu bahwa korban dari pertempuran itu adalah kesehatan warga yang tiap hari akan semakin merosot. Dan negara Indonesia membiarkan kejatuhan kesehatan warganya.
Fakta-fakta bahaya rokok dan propaganda gelap industri rokok sangat jelas. Rokok bukan untuk kompromi tapi harus dikendalikan dan diatur oleh pemerintah dan legislatif. Masyarakat Indonesia harus sadar bahwa rokok saat ini sudah menjadi epidemik yang mengkhawatirkan.
Perhelatan akhir tahun 2007 nanti Indonesia terpilih untuk menyelenggarakan diskusi global tentang global warming. Berlangsung pada Desember nanti di Bali. Diskusi global ini sangat penting untuk membicarakan dan mengambil langkah strategis terkait dengan isu pemanasan global dan lingkungan. Indonesia juga tergolong kawasan buruk dalam lingkungan.
Indonesia termasuk daerah rawan merah dalam persoalan kerusakan lingkungan seperti penebangan liar, pertambangan, polusi industri dan emisi buang dari kendaraan bermotor. Diskusi global ini akan menghasilkan keputusan dan kebijakan yang sangat penting. Hasilnya akan mendorong tiap pemimpin negara dan warganya untuk mendukung dan melaksanakan langkah strategis untuk menghambat pemanasan global saat ini.
Saya terhenyak ketika membaca sebuah koran harian, Jurnal Nasional. Di kolom paling bawah halaman utama koran tersebut terpampang sebuah iklan tentang penyelenggaraan global warming nanti di Bali. Dengan iklan yang dominan dengan warna hijau muda yang dekat dengan warna ikon isu lingkungan.
Iklan cetak ini memuat pernyataan hitungan hari atau countdown pada Desember 2007 nanti. Iklan ini juga menempelkan nama perusahaan sebuah rokok, Sampoerna dan ada kata “Hijau” yang juga bisa diartikan merujuk pada salahsatu produk rokok dari Sampoerna.
Saya sedih melihat diskusi mengenai pemanasan global nanti mesti mendapatkan sponsor dari perusahaan industri rokok. Yang bisnis dan keuntungannya memang mayoritas datang dari kaum miskin Indonesia. Mungkin kesedihan saya terus larut dan menjadi suara yang hilang dan terlupakan dalam hingar bingar acara global warming nanti.
Ini seharusnya menjadi catatan penting, cermin diri dan menjadi pertanyaan kita semua. Isu lingkungan adalah isu bersama. Ia berangkat dari hati nurani dan pikiran sehat kita. Apa layak acara global warming itu datang dari sebuah perusahaan rokok? Rokok bagaimanapun juga adalah racun dan salahsatu penyebab kematian. Apa tidak ada yang salah bahwa acara global warming nanti datang dari industri rokok?
Setumpuk dokumen internal industri rokok mereka memberikan jawaban yang jelas. Soal taktik, rancangan, strategi, lobi politik dan membangun kesadaran sesat dan kotor perihal rokok.
Saya sangat menyayangkan diskusi penting global warming itu terdapat noda dan duri. Ini menjadi satu ganjalan dan klise yang menampar pada dunia. Seolah hidup dan kehidupan ini berlangsung dan berawal dari rokok.
Pameo rokok bukan sekesar basa-basi membuktikan omongannya. Dan kekuatan industri rokok di Indonesia menunjukkan dengan kenyataan itu. Dan ini adalah tidak benar. Industri rokok sangat lihat membuat jebakan dan mitos. Rokok adalah isu penting umat manusia. Kehidupan dunia rokok penuh daya kompromi, tipu muslihat dan siasat gelap.
Dan mungkin benar apa adanya dalam pergulatan dunia rokok, seperti yang pernah ditulis oleh Ben Jonson jauh-jauh hari dalam The Alchemist (Sang Alkemis) bahwa “Alkimia itu sejenis permainan, Layaknya tipuan kartu, untuk memperdaya insan, Dengan penuh pesona”.
*Ahmad Yunus adalah journalist freelance dan kontributor untuk Majalah Playboy Indonesia dan situs berita feature Pantau. Saat ini tengah asyik mempelajari persoalan ekologi di sebuah perkebunan sayur mayur organis di Puncak, Bogor, Jawa Barat.
“Menulis dan berkebun seperti teman hidup yang sempurna”